. . *
"Kau baik-baik saja?"
Sang gadis tersadar dari lamunan. Berkedip dua kali, menatap wajah temannya yang terpampang jelas didepan mata. "Erika, kau terlalu dekat."
Lantas, Erika mengambil jarak aman. "Kau kenapa akhir-akhir murung terus?"
"Pasti karena Baji kan?" tebak Yuki tanpa memalingkan wajah dari bacaannya.
[Name] hanya bisa tersenyum kecut. Kedua temannya tahu --ah hampir seluruh orang tahu tentang hubungannya dengan Baji. Mengingat orang yang ia pacari bukanlah sembarang orang, jelita tidak terlalu ambil pusing. Toh ia juga tidak berniat menyembunyikan hubungan romansanya.
Berkat itu juga ia mendapat untung. Tidak ada berani yang mencemooh atau mengejek dirinya. Bahkan seringkali ia juga mendapat perlakuan baik dari preman sekolah.
"Soal pertempuran itu?" tanya Erika.
Dan yang ditanya hanya mengangguk.
"[Name]-chan, kenapa kau tidak menyuruh Baji untuk berhenti saja dari Touman. Toh ini kan demi kebaikan dia juga. Bergabung dengan geng seperti bukan hal baik."
Sesaat, pemilik hati Keisuke terdiam. Masuk akal. Tapi kenyataannya tidak semudah itu.
"Erika, bagaimana kalau pacarmu melarang kau untuk bermain dengan teman laki-lakimu lagi?" tanya [Name].
"Eh, jelas saja aku marah dong."
"Kenapa begitu?"
"Itu... Aku kan sudah lebih dulu berteman dengan mereka, dan bukan berarti aku melakukan hal buruk hanya karena berteman dengan anak laki-laki. Lagian bukankah itu hak ku untuk berteman dengan siapapun."
"Itu alasannya kenapa aku tidak melarang Baji."
"Iya juga sih."
"Aku ingin ikatan diantara kita menguatkan satu sama lain, bukan untuk mengekang kami berdua."
"Kata-katamu Bagus sekali. Kau kutip darimana?" cibir Erika.
"Setahuku [Name] memang pandai merangkai kata, berbeda dengan seseorang yang ku kenal." Akhirnya Yuki mengangkat wajah dari buku yang ia baca.
"Kau menyindir?"
"Merasa ya? Syukurlah."
"Sialan kau Yuki!"
Helaan napas lolos begitu saja. [Name] merenggangkan badan. Seharian duduk dikursi sangat melelahkan, ditambah dengan pikirannya yang sedang penuh.
Mungkin ia perlu rehat sejenak dari pikirannya. Lipatan tangan diatas meja ia jadikan bantalan untuk kepalanya bersandar. Perlahan kelopak matanya tertutup. Diiringi harmoni keributan kedua temannya, perlahan puan berjalan menuju alam bawah sadar.
☄. *. ⋆
Ini dimana?
Satu kalimat yang lansung terlintas di kepalanya saat ini. Ia berada disebuah ruangan putih bersih. Tak ada apapun disini selain dirinya. Jelita bahkan tidak melihat batas sejauh mata memandang.
Memastikan tidak ada masalah dengan penglihatan, ia mengucek matanya berkali-kali. Dan saat membuka mata, senyum langsung merekah.
"Baji!" serunya sembari berlari mengejar kekasih hati yang berjalan memunggungi dirinya.
Namun semakin ia kejar, Keisuke semakin menjauh. Terus menjauh. Hingga akhirnya sosok tersebut menghilang.
"[Name]!"
"Wah akhirnya bangun juga."
Masih setengah sadar, ia menatap kedua temannya bergantian. Rupanya hanya mimpi.
"Ayok pulang," ajak Erika. "Bagaimana kalau mampir ke karaoke koin--"
"Aku ada les," tolak Yuki.
"Aku mau ridur siang."
"Eh apa-apaan kalian berdua ini, tidak seru sekali! sudahlah aku pergi dengan anak laki-laki saja. Bye!" dengan langkah lebar, Erika melenggang keluar kelas lebih dulu.
"Wah lihat, dia merajuk," cibir Yuki. Dan hanya ditanggapi dengan tawa kecil [Name]. "Mau bareng ke stasiun?"
"Tentu."
Baik Yuki maupun [Name], keduanya bukan tipikal orang yang talk active. Namun bukan berada dalam kategori pendiam juga. Tanpa adanya Erika, tak akan banyak obrolan diantara mereka. Paling hanya beberapa kalimat, kemudian nantinya akan terputus begitu saja.
Keadannya memang selalu begini, dan mereka sudah terbiasa.
"[Surname]-san!"
"Bukankah itu Chifuyu," ucap Yuki.
Benar, dia Matsuno Chifuyu tangan kanan sekaligus teman dekat Keisuke. Wajahnya yang penuh luka membuat [Name] teringat dengan ekspresi Keisuke malam itu. Pasti berat sekali.
Dahinya mengernyit saat mendapati sosok asing yang berdiri di sebelah Chifuyu. Walau tidak separah Chifuyu, tapi wajah lelaki itu juga tampak terluka.
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Chifuyu.
Memahami situasi, Yuki undur diri lebih dulu. Ia cukup peka. Melihat raut wajah Chifuyu pasti pembicaraannya akan berat.
"Ada apa ini Chifuyu, jangan bilang kau ingin merebut Baji dariku--"
"Ini hal mendesak, menyangkut Baji-san."
Gerbang sekolah dimana masih banyak siswa-siswi berlalu lalang memang bukan tempat yang baik untuk berbicara. Lantas mereka berpindah tempat ke taman yang berada didekat sekolah.
[Name] duduk diatas perosotan sedangkan kedua lelaki itu duduk di bangku didekat situ. Jaraknya tidak jauh, setidaknya mereka masih bisa mendengar suara dari lawan bicara dengan jelas.
"[Surname]-san, tolong hentikan Baji-san!"
"Hentikan, apa maksudmu?"
"Aku tahu Baji-san ingin berjuang sendirian demi Touman, jadi aku mohon hentikan dia!"
"Aku memang pacarnya sih. Tapi Baji itu punya keinginan sendiri. Dan sebagai pacar aku tidak ada hak untuk melarangnya."
"[Surname]--"
"Kalau tidak dihentikan, Baji-san bisa mati!"
Atensi jelita bergulir kepada lelaki asing tadi. Kalau tidak salah, namanya Chifuyu menyebutnya dengan Takemicchi. Apa hubungannya lelaki culun itu dengan kekasih hatinya.
"Kumohon, tolong hentikan Baji-san," ointa Takemichi sambil membungkuk. Chifuyu pun melakukan hal yang sama.
Lamat, ia memperhatikan keduanya. Mungkin Takemichi juga anggota Touman. "Kalian berdua, kenapa berbuat sampai sejauh ini?"
Kompak, keduanya mengangkat kepala, menatap heran gadis milik Keisuke.
"Bukankah Baji sudah mengkhianati Touman. Dan Chifuyu, lihat wajahmu, Baji memukuli mu sampai separah itu. Jadi kenapa kalian berbuat hingga sejauh ini?"
Sorot mata Chifuyu sarat akan ketulusan. "Baji-san hanya ingin melindung Touman dari Kisaki."
"Apa Baji mengatakan itu?"
"Tidak. Tapi aku tahu, Baji-san bukan orang yang seperti itu."
Bagaimana bisa, [Name] menyuruh Baji meninggalkan dunianya. Disaat ia dikelilingi orang-orang yang begitu tulus padanya. Touman lebih dari nama untuk Keisuke, baginya itu lebih seperti keluarga. Dan Keisuke akan melakukan apapun untuk melindungi keluarganya.
"Mau kau memohon bagaimanapun, aku tetap tidak bisa."
Binar mata mereka sirna. Keduanya tampak luar biasa terkejut.
"Masalahnya bukan ada di aku mau atau tidak. Tapi ada pada Baji sendiri." ia tidak ingin melihat kekecewaan pada sorot mata kedua pemuda didepannya, itu sebabnya langit nan biru ia jadikan sebagai pelarian. "Aku memang kekasihnya. Dan dia mungkin sangat mencintaiku. Mungkin ya. Tapi aku tidak yakin kalau dia akan mendengarkanku."
"Bagaimana bisa, Baji-san selalu menuruti perkataanmu--"
"Karena prioritasnya bukanlah aku, melainkan Touman." senyum yang ia persembahkan pada langit terlihat dwi makna. Sekilas nampak sendu namun jika diperhatikan baik-baik juga terlihat bangga.
Chifuyu tidak berkutik. Ia merasa ini bukan lagi ranahnya untuk ia ikut campur. Hubungan Asmara dua insan memang tidak boleh dijamah. Begitu pula pikir Takemichi.
"Maaf ya, aku tidak bisa membantu kalian. Justru aku yang ingin minta bantuan ke kalian, boleh?" tawanya terdengar palsu dan mengiris hati. Dengan santai [Name] meluncuri perosotan kemudian berjalan menghampiri dua member Touman. "Tolong jaga Baji."
𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞
21 Februari 2022
𝒟𝒶𝓃𝒹𝑒𝓊𝓁𝒻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro